Isuaceh.com, Banda Aceh – Aceh harus menyiapkan diri dengan baik dan tidak mengulangi kejadian PT Arun 40 tahun lalu. Ini sepenuhnya berada di bawah kepemimpinan gubernur baru nantinya.” HUMAM HAMID, Sosiolog Aceh
Aceh harus mempersiapkan diri dengan baik menjelang kembalinya era minyak dan gas (migas), menyusul temuan cadangan gas raksasa di lepas pantai Aceh. Jangan sampai terulang kembali kesalahan di masa lalu saat beroperasinya PT Arun. Dan ini akan sangat tergantung pada gubernur Aceh yang baru.
Hal itu disampaikan Sosiolog Aceh, Prof Dr Ir A Humam Hamid MA kepada Serambi, Sabtu (18/5/2024), menanggapi pertemuan Kepala Perwakilan SKK Migas Sumatera Bagian Utara, Rikky Rahmat Firdaus dengan Pj Gubernur Aceh, Bustami Hamzah, Jumat (17/5/2024). Dalam pertemuan itu, pihak SKK Migas menjanjikan pembagian kompensasi yang setimpal untuk Aceh dari kegiatan eksploitasi migas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Humam Hamid, kunjungan Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut dan pihak Mubadala Energi yang menjumpai Pj Gubernur Aceh merupakan awal dari babak baru eksploitasi migas skala raksasa di Aceh. “Kunjungan itu harus dimaknai sebagai pemberitaan resmi bahwa perusahaan itu (Mubadala Energi) segera akan memulai pekerjaan besar di lepas pantai Aceh,” katanya.
Mengutip penjelasan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Humam Hamid menyebutkan bahwa proses konstruksi eksploitasi Mubadala Energi diperkirakan baru akan beroperasi penuh lima atau enam tahun lagi dari sekarang. Oleh karena itu, Aceh harus menyiapkan diri dengan baik, terutama untuk memastikan bahwa provinsi ini akan mendapatkan keuntungan dan manfaat yang optimal dari rezeki sumber daya alam itu.
“Aceh harus menyiapkan diri dengan baik, dan tidak mengulangi kejadian PT Arun 40 tahun lalu. Ini artinya, pekerjaan persiapan daerah menyongsong eksploitasi Mubadala itu sepenuhnya berada di bawah kepemimpinan gubernur baru nantinya,” jelas Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) ini.
Humam Hamid lalu menyebutkan sejumlah isu penting yang perlu mendapat perhatian terkait akan dilakukannya kegiatan eksploitasi migas ini.
1. yaitu isu shorebase (pusat logistik). Apakah nantinya tetap memakai kilang Arun atau membangun kilang baru di kawasan baru seperti Krueng Raya Aceh Besar, Batee Pidie, atau Batee Gulungku Bireuen.
2. Lanjutnya, yaitu persoalan penyiapan tenaga kerja, baik pada masa konstruksi, eksaplorasi off shore, maupun di kilang LNG. “Ini sangat serius, tentu saja mesti koordinasi dengan PPSDM Migas di Cepu, USK, Unimal atau lembaga pelatihan migas lainnya. Tentu saja dibutuhkan kolaborasi antarlembaga. Pemda juga perlu membuat kesepahaman dengan Mubadala dan SKK Migas tentang komitmen SDM Daerah ini,” jelas Humam.
3. Sambung Prof Humam Hamid, perlu dipersiapkan rencana besar pembangunan industri hilir petrokimia, baik di eks kawasan PT Arun maupun di kawasan baru. Keempat, perlu dicari cara untuk melibatkan badan usaha milik daerah (BUMD) dalam beberapa bidang yang memungkinkan, dan kelima, perlu penyiapan dengan sangat baik keterlibatan pengusaha daerah yang profesional di bidang industri hulu migas/vendor, yang nantinya akan berbasis sertifikat profesional.
“Itu artinya tugas gubernur baru nanti akan sangat menentukan. Jadi tidak boleh kaleng-kaleng. Gubernur baru harus benar-benar komit. Ini kan (eksploitasi migas) 5 tahun lagi. Jadi dari sekarang Aceh sudah harus menyusun langkah-langkah utama ini,” ujar Humam Hamid.
Gubernur Aceh yang baru, sambung dia lagi, harus benar-benar paham akan posisi dan peran pentingnya. Jangan malu untuk bertanya dan belajar jika memang tidak paham. “Jangan sampai nanti pihak SKK Migas atau Mubadala Energi cekikikan di belakang saat berbicara dengan gubernur.
Jangan nanti mereka anggap gubernur kita bodoh. Makanya kalau tidak tahu ya belajar, terutama tentang posisi dan peran penting gubernur,” pungkas Prof Humam Hamid.(*)
Sumber: Serambi