Banda Aceh, – Sistem Jaminan Produk Halal sebagai bagian dari keistimewaan Aceh dalam bidang penerapan Syariat Islam, telah menjadi komitmen bersama yang harus dilaksanakan secara optimal sebagai upaya perlindungan usaha dan kepastian tersedianya produk halal. Pelaksanaan sertifikasi halal masih terus digalakkan.
Hal itu merupakan salah satu wujud dari implementasi Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH). Sertifikasi dilaksanakan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.
Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Bustami Hamzah secara resmi telah mengukuhkan Tim Terpadu Penataan dan Pengawasan Sistem Jaminan Produk Halal LPPOM MPU Aceh pada Kamis (6/6/2024) lalu. Tim Terpadu ini diketuai oleh Wakil Ketua MPU Aceh, Prof Dr Tgk H Muhibbuththabary MAg.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nantinya, Tim Terpadu LPPOM MPU Aceh ini akan bertugas melakukan penataan dan pengawasan terhadap pelaku usaha dan produk halal di Aceh. Selain itu juga akan melakukan pembinaan dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya produk halal dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024 akan dilaksanakan di Aceh September mendatang, sudah sepatutnya Aceh menyediakan produk-produk halal bagi atlet dan tamu yang datang dari berbagai daerah di Indonesia.
Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali mengatakan makanan yang disuguhkan kepada para atlet dan tamu-tamu yang akan datang ke Aceh harus betul-betul dipastikan sudah tersertifikasi halal. Pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikasi halal agar terus menjaga produknya agar tetap halal dikonsumsi.
“Sumbangsih MPU Aceh tentu hal ini (sertifikasi halal) harus terus kita lakukan masyarakat kita mengkonsumsi makanan yang halal dan higienis dan juga memenuhi standar kesehatan,” ujar Ulama yang kerap disapa Abu Sibreh ini.
Berdasarkan data, LPPOM MPU Aceh telah mengeluarkan 962 sertifikasi halal sejak 2019 hingga Mei 2024, dengan jumlah 1.123 pemohon. Adapun jumlah sertifikasi halal terbanyak berada di Kota Banda Aceh yakni 267 setifikasi, dan disusul Aceh Besar 157 sertifikasi.
Terkait sanksi kepada pelaku usaha yang tidak menjalankan komitmennya, Abu Faisal mengatakan bahwa sampai saat ini masih dilakukan secara persuasif kepada pelaku usaha. “Memang di Qanun itu ada pasal terkait sanksi tapi kita belum sampai ke sanksi, kita lebih kepada persuasif lebih mengetuk hati pelaku-pelaku usaha ini,” ungkapnya.
MPU Aceh telah mengeluarkan Taushiyah Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penggunaan Produk Halal Aceh, dimana memerintahkan kepada Pemerintah Aceh dan SKPK dalam melaksanakan kegiatannya untuk menyediakan konsumsi dari rekanan yang sudah bersertifikasi halal.
Dalam poin kedua Taushiyah tersebut, Pemerintah Aceh mewajibkan kepada pelaku usaha di Aceh untuk segera mendapatkan sertifikasi halal di MPU Aceh.
Disisi lain, Gubernur Aceh juga menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 451.7/11662 tentang Pelaksanaan Sistem Jaminan Produk Halal, dimana Gubernur Aceh mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal produk yang dihasilkan seperti produk pangan, obat-obatan dan kosmetika termasuk juga rumah potong hewan, catering dan rumah makan di LPPOM MPU Aceh.
Selain itu, SE tersebut juga mengajak masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi makanan/minuman dan sejenisnya yang sudah terjamin kehalalannya. Masyarakat juga turut berperan serta untuk mengawasi produk halal/sertifikasi produk halal yang beredar.(*)
Fatwa dan Taushiyah untuk Kemaslahatan
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh sebagai lembaga fatwa memiliki fungsi menetapkan fatwa yang dapat menjadi salah satu pertimbangan terhadap kebijakan pemerintahan daerah dalam bidang pemerintah, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan ekonomi serta memberikan nasehat dan bimbingan kepada masyarakat berdasarkan ajaran Islam.
Dalam dua tahun ini, MPU Aceh telah mengeluarkan 4 Fatwa dan 9 Taushiyah pada tahun 2022. Kemudian 6 Fatwa dan 9 Taushiyah pada tahun 2023. Sementara hingga Juni 2024, MPU Aceh telah mengeluarkan 2 Fatwa dan 3 Taushiyah.
Dua Fatwa yang dikeluarkan oleh MPU Aceh pada tahun 2024 yakni tentang pembegalan hukumnya haram dan termasuk dosa besar bagi para mukallaf, dan fatwa tentang penyembelihan dan penyucian bahan pangan dan non pangan menurut hukum Islam, adat Aceh dan medis.
Terkait fenomena yang terjadi di Aceh dalam bulan Juni2024, yakni tingginya kasus HIV/Aids dan maraknya kasus judi online, Ketua MPU Aceh Tgk. H. Faisal Ali mengatakan pihaknya telah jauh-jauh hari menerbitkan satu keputusan dan fatwa yang mengatur persoalan tersebut.
Pertama, Keputusan MPU Aceh Nomor 1 Tahun 2016 tentang Muzakarah Masalah Keagamaan-I: Penanganan LGBT di Aceh. Ini mengatur persoalan penanganan dan sanksi untuk komunitas LGBT dan meminta pemerintah melakukan program pencegahan HIV/AIDS di kalangan LGBT.
Kemudian kedua, Fatwa MPU Aceh Nomor 1 Tahun 2016 tentang Judi Online. Ini menegaskan bahwa perbuatan judi online hukumnya haram dan meminta pemerintah dan masyarakat wajib memberantas segala jenis perjudian.
Tgk H Faisal Ali mengatakan semua Fatwa dan Taushiyah yang dikeluarkan oleh MPU Aceh sama sekali tidak ada kepentingan politik maupun kelompok tertentu. Fatwa MPU Aceh semuanya untuk kemaslahatan umat Islam dan masyarakat Aceh umumnya.
“Masyarakat kita harus memiliki landasan-landasan yang kuat terhadap masalah yang mereka hadapi ditengah-tengah masyarakat itu sendiri,” jelasnya, sembari berharap perlu adanya kerjasama berbagai pihak dan pemerintah dalam mengimplementasikan fatwa-fatwa MPU Aceh agar berbagai problematika yang terjadi dapat diselesaikan sesuai dengan hukum Islam. (*)