Banda Aceh – Solidaritas Pemuda Mahasiswa Nanggroe Aceh (SPM Nanggroe Aceh), resmi melaporkan dugaan korupsi beasiswa tahun 2017 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Koordinator SPM Nanggroe Aceh Rieza Alqusri mengaku, langkah ini diambil karena kecewa mendalam terhadap lemahnya penegakan hukum di Aceh.
“Sudah tujuh tahun berlalu tanpa tindakan nyata dari pihak berwenang. Ini bukti kegagalan sistem hukum kita. Kami tidak akan diam melihat para koruptor beasiswa ini bebas,” ujar Rieza Alqusri. Rieza menyoroti krisis moral dan etika di DPRA, yang seharusnya menjadi wakil rakyat.
“DPRA, yang seharusnya menjadi penyalur aspirasi, justru menjadi pelaku korupsi. Ini pengkhianatan terhadap amanah rakyat Aceh,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beasiswa yang seharusnya membantu mahasiswa dari keluarga berpenghasilan rendah malah disalahgunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
“Ini adalah penindasan terhadap hak pendidikan mahasiswa dan perampasan masa depan generasi muda Aceh,” tegas Rieza.
Itu sebabnya, SPM Nanggroe Aceh mendesak KPK untuk segera turun tangan dan bertindak tegas. “Kami butuh tindakan cepat dari KPK dan harus menunjukkan bahwa mereka benar-benar berdiri di sisi keadilan,” desak Rieza.
SPM Nanggroe Aceh berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas dan mengajak seluruh rakyat Aceh untuk bersatu menuntut keadilan.
“Kita harus memastikan tidak ada lagi oknum yang berani mempermainkan hak-hak rakyat,” kata Rieza. Rieza menegaskan, mereka melaporkan kasus ini ke KPK adalah bentuk komitmen dalam perjuangan melawan korupsi di Aceh.
“Kami berharap KPK dapat membersihkan nama Aceh dari noda korupsi ini. Keberhasilan menangani kasus tersebut akan menunjukkan bahwa keadilan masih ada di negeri ini,” tutupnya.
SPM Nanggroe Aceh berharap, laporan mereka ke KPK dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga negara dan memastikan bahwa kejahatan korupsi tidak lagi merugikan masyarakat, terutama dalam sektor pendidikan. Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Dedi Safrizal, terdakwa kasus korupsi beasiswa Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2017, dengan pidana penjara 7 tahun dan 6 bulan serta denda Rp300 juta subsidair 3 bulan penjara.
“Membebankan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp 2 miliar,” tegas JPU dalam tuntutannya pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Banda Aceh, Selasa 2 Juli 2024. Apabila uang pengganti tidak dibayarkan, maka JPU akan menyita harta benda terdakwa dan apabila tidak mencukupi, maka akan diganti dengan kurungan selama 4 tahun.
Selain Dedi, JPU juga menuntut Suhaimi (koordinator penyaluran beasiswa tersebut) dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsidair 3 bulan penjara. (*)
Sumber Berita : Modus Aceh