Banda Aceh – Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada soal syarat partai politik mengusung calon di Pilkada. Namun putusan itu tidak berpengaruh terhadap penyelanggaraan Pilkada di Aceh.
“Putusan tersebut tidak berdampak terhadap pelaksanaan Pilkada di Aceh. Dasar hukum pelaksanaan Pilkada di Aceh berlaku Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Qanun Aceh Nomor 12 tahun tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota,” kata Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Ahmad Mirza Safwandy saat dimintai konfirmasi detikSumut, Rabu (21/8/2024).
Menurutnya, yang diuji di MK Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada, sedangkan yang berlaku di Aceh sebagaimana ketentuan Pasal 91 ayat (2) UU 11/2006 dan Pasal 22 ayat (1) Qanun 12/2016. Dalam aturan di Aceh disebutkan, persyaratan pengajuan bakal calon oleh partai politik atau partai politik lokal pada Pilkada di Aceh yakni perolehan paling kurang 15% dari jumlah kursi DPRA/DPRK atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan anggota DPRA/DPRK di daerah yang bersangkutan dalam pemilu terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sehingga pengajuan pasangan calon Pilkada di Aceh bagi partai politik atau gabungan partai politik, partai lokal atau gabungan partai politik lokal, gabungan partai politik dan partai politik lokal yang menggunakan akumulasi perolehan suara sah berdasarkan akumulasi perolehan suara sah 15 persen,” jelasnya.
Pelaksanaan Pilkada di Aceh juga mengacu pada Keputusan KIP Aceh Nomor 17 tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di Provinsi Aceh Tahun 2024 juga menyerap ketentuan Pasal 91 ayat (2) UUPA dan Pasal 22 ayat (1) Qanun 12/2016.
“BAB II huruf B angka 1 Keputusan KIP Aceh Nomor 17 tahun 2024, terkait dengan persyaratan pengajuan bakal calon oleh partai politik atau partai politik lokal, bahwa 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan anggota DPRA/DPRK tidak mensyaratkan kursi di DPRA/DPRK, ketentuan itu diabsorpsi dari Pasal 91 ayat (2) UUPA dan Pasal 22 ayat (1) Qanun 12/2016.” kata Mirza.
Dilansir detikNews, sebelumnya MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada. MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.
Putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8). Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.
MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya. MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada.
MK kemudian menyebut inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). MK pun mengubah pasal tersebut.
Adapun isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada sebelum diubah ialah:
Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
MK pun mengabulkan sebagian gugatan. Berikut amar putusan MK yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:
Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut. (*)